Peran Tokoh di Grey Area

14 Oktober 2007

Menarik sekali mengikuti diskusi di blog Budayawan Muda, apalagi membicarakan tokoh-tokoh yang telah almarhum yang ketokohannya diyakini, ditolak ataupun diragukan peranannya dalam khazanah revolusi fisik perjuangan RI sejak 1945 s/d 1949. Sayang boleh dikatakan sebagian besar daripada beliau para pejuang ini telah tiada, kita seakan baru terjaga dari tidur.

AA Gde Agung
Untuk mengungkap ketokohan dari orang-orang yang dianggap pejuang ini kita harus extra hati hati. Selain ada suatu wilayah sharp area yang begitu jelas memihak Belanda, yang saya maksud adalah tokoh tokoh yang secara diametral dan frontal berhadapan dengan para pejuang angkatan Gst Ngurah Rai seperti misalnya Anak Agung Gde Agung Raja Gianyar, maka ada grey area seperti dalam kasus Dr Djelantik ini.

AA Pandji TisnaAnak Agung Panji Tisna termasuk tokoh yang dikritik dalam Bali Berjuangnya Nyoman S Pendit karena cenderung memihak pada Belanda, tapi puteranya ( Dr AAM Udayana alm ) dalam salah satu bukunya menyatakan bahwa Sang Ayahanda diam diam melindungi para pemuda yang bersembunyi di Puri Agung Buleleng saat saat diincar Belanda.

Nah disini ada dua fakta yang tampaknya berseberangan. Untuk juga diketahuai ternyata Anak Agung Panji Tisna adalah sahabat dekat dan akrab dari Dr Soetomo itu Pahlawan Nasional, yang pernah datang mengunjungi Panji Tisna saat liburan di sekolah STOVIA dahulu, dan Mr Anak Agung Gde Agung adalah sahabat surat menyurat Drs Moh Hatta .

Tentu semua fakta ini tidak serta merta bisa menisbahkan kepahlawanan atau kepenghianatan seseorang, tinggal bagaimana kita dengan fikiran yang jernih berusaha mengungkapkan fakta fakta yang masih tertimbun. Para pejuang atau roh para pejuang akan berteriak gemuruh menjerit jika misalnya nanti pada akhir abad ini karena ketidak jelasan sejarah ada tokoh tokoh tertentu semisal Mr Anak Agung Gde Agung tiba-tiba diangkat menjadi pahlawan nasional oleh generasi yang akan datang yang kurang memahami sejarah leluhurnya.

Atau karena mendapat dukungan dari komunitas tertentu maka Aru Palaka yang memihak Belanda saat perang Makassar 1660an lantas juga diangkat jadi Pahlawan Nasional. Nah adalah saat yang tepat sekali jika ada orang-orang seperti Wibisono Sastrodiwiryo atau AA Ayu Oka Saraswati atau siapa saja mau mengangkat atau mendiskusikan informasi yang berasal dari sumber tulisan Dr Djelantik.

Memberikan kritik atau causal analytic thinking-nya dengan kepala dingin. Perlu suatu kajian yang sistematis, teliti, bertanggung jawab serta kesabaran untuk mengumpulkan berbagai bagai informasi yang berserakan untuk mengetahui ” What kind of man is he ? ” tokoh tersebut.

Biografi DjelantikDr Djelantik tidak salah ketika dia menulis dirinya sendiri dalam “Memoirs of the Balinese… “, menjelaskan siapa dirinya dan bagaimana kiprahnya dalam saat saat yang kritis. Tapi para komentator yang belakangan baru ” ngeh ” atas ketidak benaran atau fakta yang meragukan dari apa yang ditulisnya, namun tetap saja memerlukan fakta yang bisa divalidasi kebenarannya.

Tapi satu hal harus diingat, sejarah harus ditulis jika kita tidak menginginkan dia terkubur dalam pembusukan waktu dan zaman, harus ada seseorang atau siapapun yang mau dan berani menulis sejarah, terlepas apakah itu diakui atau tidak, karena kebenaran akan diuji oleh fakta fakta dilapangan.

Dr Djelantik telah menulis sejarah versi dia, kenapa kita tidak menulis sejarah versi kita sendiri, yang dapat mempersembahkan fakta fakta telanjang buat generasi yang akan datang. Saya bukan sejarawan, namun dalam hati saya yang terdalam muncul kekhawatiran akan dekontruksi daripada sejarah yang masih ada didepan mata, maka tanpa harus menjadi piawai dan pintar sayapun menulis apa yang saya ingat dan rasakan.

Syukur Alhamdulillah, rupanya masyarakat Bali menerima dan menyambut baik buku-buku yang telah saya tulis sejak 1994 ( Perang Jagaraga 1846-1849, I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng 1599-1680 penerbit Guna Agung ) , Perjalanan Danghyang Nirartha 1470-1560 / 1999 , Perang Banjar – 1868 -sebuah pemberontakan para brahmana bali utara / 2007 – penerbit Bali Post.

Penulisan khazanah Bali saya anggap sangat mendesak, mengingat pertgantian generasi hampir terjadi dalam satu kerdipan mata. Tentu kurang elok misalnya jika seorang yang seharusnya hanya menjadi tokoh budaya atau dokter saja lalu diinisiasi menjadi ” pejuang kemerdekaan ” hanya karena tidak ada atau malasnya kita mencari data.

Namun kesalahan selalu memberikan hikmah tertentu. Dalam kasus Dr Djelantik maka hikmahnya adalah karena ada yang sempat membaca tulisannya yang diterbitkan oleh Periplus (penerbit berstandard internationa) dan lalu memunculkannya di blog .

Namun kemudian ada counter dari orang-orang yang mengetahui benar apa siapanya Dr Djelantik ( sayang sampai saat ini kok belum ada yang menulis apa siapanya Mr Anak Agung Gde Agung ), ini bisa menjadi bahan diskusi yang positif untuk mengarah kepada kebenaran dan tidak perlu diberikan stigma atau dicurigai sebagai propaganda komunitas tertentu.

Prof NgoerahUntuk Prof Dr IGNG Ngurah ( beliau adalah dosen yang saya kagumi oleh karena mengajarkan saya tidak menjadi pemalas saat kuliah di Unud ), seyogyanya ketokohan beliau bisa diangkat terutama informasi dari Sdri Saraswati tentang keanggotaan dan kiprah beliau semasa menjadi mahasiwa pejuang Prapatan 10. Jika demikian nyata dan besar jasanya mengapa misalnya tidak diusulkan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah menjadi RS Prof IGNG Ngurah. Why not? Kemudian Dr Djelantik untuk Sasana Budaya mengingat jasa-jasanya dibidang kebudayaan.

Selamat berdiskusi,

Salam,
Soegianto Sastrodiwiryo.

26 Tanggapan to “Peran Tokoh di Grey Area”


  1. Mengenang Dr A.A.M Djelantik sebagai Bangsawan

    Mendengar kepergian Dr Djelantik saya masih belum yakin siapa orangnya. Karena dari Bali yang bernama Djelantik dari kalangan bangsawan itu tidak hanya satu. Bahkan ada Djelantik yang juga dokter dari Puri Buleleng. Saya pikir beliau yang berpulang.
    Ta…

  2. masye. putri seorang pejuang Says:

    salam sejawat, ternyata kita satu almamater….
    Saya sedikit berkomentar tentang dr Djelantik karena yang saya kenal beliau semasa saya kecil sebagai seorang dokter umum yang murah senyum…dan beliau tidak jelas (ada di area abu-abu) apakah berjuang untuk Indonesia dan melawan belanda atau pro belanda…??? Kesan saya dari tulisan2 yang saya baca…maaf..cari selamat??? Saya sependapat bahwa adalah hak beliau menulis tentang diri beliau sesuai kata hati sendiri. Dan saya tetap hormat pada beliau sebagai seorang bangsawan Puri Karangasem yang berpendidikan tinggi dan berkiprah di dunia kesehatan.
    Tentang Prof Ngoerah…kesan saya sama dengan anda (dan mungkin hampir semua alumni FK Unud), beliau seorang dosen yang penuh displin, berdedikasi tinggi, berjiwa sosial, seorang ayah yang sukses dalam mendidik putra-putrinya (salah satunya ibu Saraswati ) dan …seorang pejuang kemerdekaan. Saya kira sangat wajar kalau nama beliau diabadikan sebagai pengganti nama RSUP Sanglah, apalagi RSUP Sanglah adalah sebuah rumah sakit pendidikan

    wassalam

    masye di rantau


  3. Dear Sdri Masye ,
    saya ucapkan terimakasih atas tanggapan Anda yang tulus dan apa adanya .
    Waktu berjalan demikian cepat dan kita seakan tertinggal dibelakang sejarah yang seakan bergerak kedepan melebihi fikiran.
    Walaupun demikian barangkali kita bisa sedikit berbuat untuk menghargai siapapun tokoh tokoh yang memiliki
    andil kemanusiaan dalam kehidupan yang begitu besar dan komplek , misalnya dengan jalan menggali dan memberikan informasi yang benar tentang apa saja yang pernah dibuatnya bagi kepentingan bersama bangsa, negara dan ummat manusia.
    Saya sangat gembira dengan adanya forum diskusi yang muncul di blog ” kita ” ini, karena para mailer yang masuk terasa masih memberikan sentuhan semangat , emosi dan spirit tinggi yang cukup positip untuk membuka wawasan baru tentang bagaimana kita menilai diri kita ( baca : komunitas keberjuangan rakyat bali ) dan tidak hanya pasif mengandalkan tulisan2 fihak peneliti asing ( walaupun banyak yang sangat bagus ) yang dengan serius dan tekun menjadikan bali sbg objeck penelitian.
    Semoga semua fikiran yang baik datang dari segala penjuru ( Om anno bhadrah kratawo yantu wiswatah ).

    Salam,

    Soegianto S.

  4. Putra Pejuang Says:

    Perlu kajian lebih mendalam usulan tokoh di Grey Area prihal penamaan RS Sanglah dan Sasana Budaya. Dr Jelantik merupakan tokoh yang cukup berjasa dibidang kebudayaan dan kesenian walaupun saya meragukan nilai perjuangannya pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Prof dr Ngoerah merupakan tokoh semasa hidupnya sepenuhnya dicurahkan untuk mengabdi dibidang Kedokteran/kesehatan dan pendidikan. Nilai juangnya semasa revolusipun tidak diragukan lagi seperti yg tertulis didalam buku Mahasiswa 45 Prapatan 10 serta Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Dibuku tersebut jelas disebutkan bahwa beliau adalah salah satu anggota Pejuang Prapatan 10 Jakarta yaitu kelompok mahasiswa pejuang yg bermarkas dijalan Prapatan no 10 Jakarta. Pada jaman perjuang beliau juga seorang dokter bedah unit Palang Merah di Jakarta dan Purwakarta.
    Ketokohan Prof Ngoerah dibidang pengabdian kepada masyarakatpun tidak perlu diragukan lagi.


  5. […] Setelah kekalahan Jepang oleh sekutu terjadi kekosongan kekuasaan. Kekosongan kekuasaan memicu ego lama kerajaan kerajaan untuk berkuasa. Tapi mereka tidak cakap lagi berpolitik. Selain daripada itu muncul juga suatu kekuatan baru, gerakan yang bersifat Nasional yang dikenal dengan gerakan Revolusi. Kasultanan Jogjakarta dengan tegas menyatakn diri mendukung Republik. Kasunanan Surakarta seperti kebanyakan Puri di Bali memilih di Grey Area. […]

  6. bumisegoro Says:

    tulisan menarik. sekalian numpang nanya, bagaimana mekanisme yang selama ini dipakai untuk memvalidasi kepahlawanan seseorang? terima kasih.


  7. terimakasih ,
    inipun juga pertanyaan yang tak kurang menariknya dari sdr bumisegoro .
    untuk mekanisme maka saya ambil contoh bagaimana ditahun 90 an awal kita di bali berusaha untuk menggoalkan patih Jelantik sebagai pahlawan nasional .
    ketentuan ketentuan yang niscaya pada tohoh tsb haruslah memenuhi kriteria sbb :
    1. perjuangannya dan pengabdiannya diatas rata rata dalam melawan kekuatan penjajah ( dalam hal ini kolonialis belanda)
    2. melakukan perjuangan pisik bersenjata sampai titik darah penghabisan , jadi tidak pernah menyerah ( dalam hal kasus pangeran Diponegoro beliau ditipu lalu ditangkap oleh jenderal de Kock, bukan menyerah ) – patih Jelantik gugur spt Ngurah Rai setelah terkepung disemua penjuru tempatnya bertahan.( baca Perang Jagaraga , 1846-1849 , Soegianto Sastrodiwiryo )
    3.tidak pernah melakukan penghianatan kepada negara .
    4.perlawanan dilakukan secara aktif, entah bergerilya atau perang terbuka.

    adapun tentang prosedur untuk diangkat sebagai pahlawan nasional maka itu telah ada kriterianya tersendiri sejak dari usulan daerah wilayah atau propinsi, kemudian persetujuan legislative sampai ke pemerintah pusat di JKT ( diteliti oleh semacam panitia Direktorat Sejarah di pusat ).

    Semoga jawaban ini bisa memberikan sedikit bayangan , karena terdapat juga pahlawan nasional tapi tokohnya tidak melakukan perlawanan pisik namun lebih dibidang diplomasi dan menjadi motivator bangsa untuk mengusir penjajah spt Bung Karno, Pak Hatta atau M Husni Thamrin dengan resiko tidak kurang daripada mereka yang melakukan perjuangan pisik.
    Mereka itu baik yang secara diplomasi maupun perjuangan pisik memiliki nilai yang sama sebagai pahlawan nasional apabila telah ditetapkan oleh keputusan pemerintah yang syah.
    ( dalam zaman pemerintahan kolonial belanda abad 19 , maka Pangeran Diponegoro tentu beliau dicap sebagai pemberontak dan Ngurah Rai di abad 20 dianggap pemimpim para extremist oleh tentara NICA belanda)
    Nah gabungan antara diplomasi , gerilya dan perlawanan pisik inilah yang mengantar Indonesia merdeka sehingga kita bisa menikmati kebebasan spt sekarang.

    Merdeka,

    Soegianto Sastrodiwiryo.


  8. […] Dari referensi diatas maka jelas Puri Gianyar (dalam hal ini AA Gde Agung) berada pada Sharp Area. AA Gde Agung menyatakan sikapnya dengan jelas yang pro Belanda. Sedangkan Dr Djelantik berasal dari Puri Karangasem yang berada pada Grey Area. […]

  9. saraswati Says:

    Bapak dr. Soegianto S
    terima kasih atas rasa kagum anda kepada Prof.dr.Ngoerah dan dukungan anda untuk pemberian nama Prof.dr Ngoerah pada RSUP Sanglah. Seandainya anda masih ingat bagaimana kesan yang dirasakan saat beliau mengajar baik di Kampus Sudirman ataupun di RSUP, mungkin dapat ditampilkan. Semoga semua fikiran yang baik datang dari segala penjuru ( Om anno bhadrah kratawo yantu wiswatah ).
    Saraswati


  10. Dear Sdri Saraswati ,
    pertama saya ucapkan terimakasih atas keikut sertaan dan perhatian Anda pada diskusi yang mulai nampak terbuka dan cukup fair ini .
    Pada prinsipnya saya senantiasa menghormati para guru dan gurubesar kita yang menyebabkan kita sekarang berada dalam posisi dan kedudukan seperti sekarang , warisan intelektual yang tiada tara.
    Hormat dan salut yang setinggi tingginya pada Prof Dr IGNG Ngurah maupun Dr AAM Djelantik yang saya kenal dari dekat attitude dan kepribadian beliau , keduanya memiliki martabat dan perilaku yang patut dicontoh baik sebagai dokter , pencinta bangsa maupun budaya .
    Prof Ngurah saya kenal dan kagumi karena jujur , disiplin , ketegasan , ketelatenan dan wibawa beliau dalam menghadapi mahasiswa – saya pernah her saat ujian neurologi saat mencari jenjang Drs Med saat itu , beliau mengharuskan saya ujian lagi.
    Namun belakangan saya baru mengerti arti daripada pengulangan ujian tersebut.
    Saya menjadi sangat ngelotok dalam neurologi dan sampai saat ini masih hapal diluar kepala jalan syaraf yang berasal dari beberapa fasciculus ( memang saat itu saya juga assisten anatomi , jadi gemar neurologi sampai sekarang) , hikmah lain saat her maka saya pulang ke Singaraja memanfaatkan waktu dan ini menyebabkan saya bertemu dengan seorang wanita yang kini menjadi isteri saya : Made Suryati , ibu 4 orang anak.
    Setiap saya ingat kejadian ini maka inilah salah satu hikmah karena her neurologi, saya bersyukur dan dg takzim mengingat beliau Prof IGNG Ngurah.
    Yang sangat menarik bagi saya adalah adalah tatkala beliau membacakan makalah saat pentahbisan sebagai gurubesar kira kira pertengahan 60 an di aula selatan FK UNUD , ada kalimat yg beliau sitir dari gurubesar beliau seorang belanda yang senantiasa mengingatkan saat saat beliau mulai tergoda rasa malas .
    Penampilannya yang rapi, berjalan tenang dan berwibawa dan sekelumit senyuman tulus yang selalu hadir dibibir bila bertemu mahasiswa atau siapa saja menimbulkan kesan tersendiri pada diri beliau.
    Sebenarnya saya ingin mengirimkan sebuah buku karangan saya berjudul Perjalanan Danghyang Nirartha yg terbit 1999 pada beliau , namun kesibukan saya di offshore menyebabkan kesempatan ini terlupakan.
    Dan saya tiba tiba tertegun sejenak saat mendengar beliau telah tiada dari anak saya saat ada diskusi di blog . Semoga TUHAN YME memberikan tempat yang mulia bagi beliau.
    Tentang Dr AAM Djelantik saya mengenal beliau bahkan saat saya masih Sekolah Rakyat tahun 50 an di Singaraja, dimana saya ada satu sekolahan dg Sdri Bulantresna puteri beliau , namun saya dua kelas diatasnya . Dr Djelantik memiliki persamaan dg Prof Ngurah dalam hal perhatian pada komunitas rakyat sekitarnya, senyuman yang selalu hadir dibibir , jujur , tekun dan pekerja keras serta amat mencintai bangsanya.
    Bagi saya perbedaan keduanya disebabkan karena perbedaan lingkungan dan latar belakang keluarga dan dipacu oleh dinamika tempat dimana beliau dididik atau dibesarkan. Prof Ngurah berlatar belakang bangsawan yang leluhurnya involve dalam Puputan Badung, meneruskan pendidikannya di Batavia dan akrab dalam komunitas pejuang Prapatan sepuluh.
    Dr Djelantik dalam lingkungan salah satu putera Raja Karangasem yang meneruskan pendidikannya ke Negeri Belanda , kawin dg gadis Belanda , namun spt halnya Sri Sultan tetap menjadi orang Indinesia yang tepelajar dan sangat mencintai bangsa dan kebudayaannya.
    Kiprah dan perilaku mereka di tanah air membuktikan semuanya itu.
    Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada beliau berdua , Prof Dr IGNG Ngurah maupun Dr AAM Djelantik.
    Semoga ALLAH SWT mengganjarnya dengan pahala yang besar. Amiin !
    Penghargaan selain yang sudah hadir dalam hati kita masing masing maka saya fikir beliau masing masing bisa diabadikan dalam bentuk penamaan gedung kebudayaan atau nama rumah sakit. Ini kita serahkan kepada penilaian komunitas yang berwenang sehingga apapun yang kita lakukan kini dalam diskusi ini tidak mengurangi atau menciderai jasa jasa kedua orang tokoh yang bermartabat
    dan tauladan bagi generasi yang akan datang.

    Salam sejahtera,

    Soegianto Ssatrodiwiryo.

  11. masye. putri seorang pejuang Says:

    Teman sejawat saya di tengah laut…
    Saya kagum akan daya ingat anda tentang Prof Ngoerah. Saya sependapat dengan anda…
    Yang saya ingin tanyakan, apakah sudah sewajarnya bila penamaan RS Sanglah yang notabene adalah RS pendidikan dinamakan RS Prof Ngoerah? Beliau seorang pengabdi kesehatan masyarakat dan seorang pendidik…mahaguru kita…

    salam sejawat

    dr Masye

  12. saraswati Says:

    Terima kasih. Saya mulai tertarik membaca web/blog diluar disipiln ilmu saya setelah RSUP memberikan surat untuk menyerahkan biodata dan biografi Prof Ngoerah. Namun sudah ada catatan yang terselubung bahwa nama salah satu nominator sudah ada di Depkes. Saya kemudian bertanya2. Kenapa? Ada apa? Kemudian mulai search. Ternyata terlihat adanya tulisan2 yang sudah berupa pernyataan2 yang meyakinkan bahwa nominator yang satunya sudah pasti sebagai nama RSUP Sanglah. Selain itu ternyata banyak tulisan2 yang menyimpang tentang letak ketokohannya. Bagi saya yang perduli akan kebenaran harus diluruskan. Tapi kembali saya berpikir. Ah itu khan hanya blog yang (diBali) sering dikonotasikan mem”blog”kan orang. Bicara tanpa menunjukkan referensi dll. Tapi hati ini ini tak sampai hati untuk tidak memberitahu karena terbiasa di dunia pendidikan. Setiap orang pasti diciptakan untuk bermanfaat bagi orang lain. Tapi penempatannya ini tak boleh dicampuradukkan. Yang saya komentari adalah yang saya tahu baik dari data2, surat2 keputusan, testimony, dari buku yang ditulis oleh suatu tim serta yang berhubungan dgn Prof Ngoerah. Berusaha obyektif karena tahu tentang metode penelitian. Jangan sampai terjadi pengaburan-pengaburan antara pengertian formatur, pendiri dan dekan sebagai pimpinan. Makna kata pejuang dalam makna kebangsaan.

    Dr. Soegianto, anda menulis beberapa buku sejarah. Apakah anda sependapat bahwa :- “Maka dari itu tidak ada yang benar benar obyektif dalam sejarah karena –selalu– berdasar pada subyektiftas penulis sejarah itu sendiri. Lalu kalau referensi itu ditulis oleh orang lain apakah pasti bisa dipertanggung jawabkan?”- Bias penelitian memang ada. Tapi usahakan jangan sampai ada. Oleh sebab itu penulisan harus berdasarkan fakta tertulis, banyak2 nara sumber. Orang Bali kalau menulis babad/ sejarah selalui diawali dengan permohonan ampun kepada Tuhan Yang Mahaesa jikalau dia membuat kesalahan yang tidak disengaja agar tidak membuat kesesatan. Penulis2 tersebut, undagi, orang-orang yang mengambil keputusan bila meninggal diupacarai dengan upacara yang lebih dari orang lainnya karena terasa olehnya apa yang dikerjakan pasti ada kesalahan yang tidak disengaja.

    Dr. Soegianto, anda seorang dokter yang menulis sejarah. Saya ingin tahu bagaimana caranya agar suatu cerita history tidak disebut sebagai he story. Kami mendapatkan banyak data tambahan untuk menyempurnakan buku biografi Prof Ngoerah. Tapi kami meyakini suatu “etika” bahwa penulisan yang obyektif adalah penulisan yang tidak ditulis oleh orang-orang terdekatnya karena akan terjadi bias.
    Terima kasih


  13. Dear Sdri Masye,
    pertama saya ucapkan terimakasih atas pertanyaan Anda tentang sikap saya pada penamaan RSUP dg nama Prof Ngurah .
    Jika Anda baca sekali lagi tulisan saya tentang Tokoh di Grey area maka disana saya sebenarnya ingin kejelasan kenapa orang harus ragu2 untuk menamai RS Sanglah dg nama beliau, jika kita telah membuktikan dan membeberkan segala sesuatu tentang ketokohan beliau .
    Bagi saya penamaan apapun bagi institusi pendidikan dg memakai nama Prof Ngurah ataupun para tokoh lainnya yang memiliki sumbangsih yang tinggi didunia pendidikan harus disambut dg tulus dan bahagia , bahkan sebenarnya sekedar nama jalan , rumah sakit ataupun lapangan terbang jangan jangan belum bisa memadai dibandingkan jasa yang pernah diberikan.
    Tapi jasa kemanusiaan memang tak pernah benar benar bisa dibayar dg apapun.
    Berapa harga seorang Bung Karno, Bung Hata, Jenderal Sudirman dalam existensi Republik ini .
    Tapi beberapa bangunan gedung, patung ataupun bahkan sebuah lagu telah bisa menjadi simbol kecintaan dan penghargaan kita pada beliau.
    Saya sangat khawatir bahwa diskusi yang nampak lebih kompetitive ini jangan jangan tak mendapatkan restu dari beliau2 yang sudah tiada ini , yang sebenarnya mereka tak pernah meminta diabadikan jasanya sekedar dipasang namanya. Mereka benar benar tulus dalam pengabdiannya.
    Kesulitan barangkali malah muncul pada generasi masih hidup untuk bisa memilah milah berdasarkan skala prioritas , karena misalnya satu RS harus dipilihkan satu nama saja ( Lap terbang cengkareng memakai dua nama dijadikan satu nama Soekarno Hatta , kontroversi teratasi) sedangkan RS Sanglah untuk masakini di Bali rasanya tak mungkin menjadi RS Ngurah – Djelantik atau Djelantik – Ngurah
    Disini harus ada sebuah panitia atau otoritas yang adil yang bisa menilai salah seorang daripada nominator tersebut.
    Saya misalnya senang sekali jika mendengar nama RSUP Prof Ngurah ,mungkin ini agak subjective karena beliau adalah idola saya saat menjadi mahasiswa Tapi tampaknya sudah muncul lebih dahulu nama Dr Djelantik ( atau ada yang lain ? )
    Disini saya tidak terlalu apriori mendengar nama Dr Djelantik , karena nampaknya beliau juga memiliki reputasi2 tertentu yang patut kita hargai.
    Tapi lalu siapa yang berwenang untuk memutuskan. Sedangkan saya tidak berada pada posisi untuk menggoalkan salah satu dari beliau2 ini.Bagi saya keduanya berhak mendapat penghargaan . Prof Ngurah Why not.
    Dr Djelantik is allright. Jadi ini tidak berarti saya ada di grey area. Dus Sharp area , yang berarti highly appreciated pada pejuang kemanusiaan karena jasa2 nya.
    Silahkan team atau panitia yang piawai dan adil menimbang nimbang siapa yang lebih berhak. Usul saya adalah RSUP Djelantik – Ngurah atau Ngurah- Djelantik , sehingga bisa menghargai kedua duanya ( maaf usul ini nampak naif untuk masakini tapi mungkin akan diiakan sepuluh atau duapuluh tahun lagi.

    Namun harus diingat , bahwa sekali kita memutuskan nama seyogyanya diterima dengan legowo ,jangan sampai ada prokontra atau friksi yang merusak rasa kesatuan dan tak dikehendaki oleh kedua almarhum tokoh pendidikan dan kemanusiaan ini seandainya beliau masih hidup.

    Salam persatuan,

    Soegianto Sastrodiwiryo.


  14. Dear Sdri Saraswati,
    pertama saya ingin menyampaiakan rasa gembira kami bahwa Anda berkeinginan untuk menyempurnakan biografi Prof Ngurah.
    Ini menurut saya amat penting, karena jangan sampai karena kelalaian kita maka kisah yang penting dari seorang tokoh penting tercecer dan terabaikan hanya karena kita malas menulis, tak ada kesempatan atau kelalaian lainnya.
    Saya telah pernah mengatakan dalam blog ini bahwa tulislah sejarah, tak peduli orang menerima atau tidak, mengejek atau meremehkan bahkan jika perlu harus masuk penjara , jika menurut pendapatnya dia telah menulis apa yang dirasakan dan apa yang difikirnya benar.
    Sekali lagi tulislah sejarah.
    Sebagai contoh misalnya kisah Ngurah Rai dalam medan pertempuran Margarana ( menurutku bukan Puputan dalam pengertian klasik , seperti pernah dikatakan oleh seorang pejuang anak buah Ngurah Rai Bapak Pindha alm yang kurang setuju dg istilah PUPUTAN) masih jauh dari memuaskan tulisan tentang kiprah, sikap dan perjuangan beliau.
    Sayangnya sampai saat ini belum ada tulisan yang agak memadai dan komprehensive tentang Komandan Resimen Ciung Wanara yang patriotik ini. Padahal di Bali tidak kurang para Sejarawan yang berstatus cukup mumpuni dari S1, S2 sampai Ph D.
    Kenapa misalnya tidak diterangkan bagaimana Ngurah Rai sampai terkurung dan menghadapi habis2an tentara NICA di Marga.
    Darimana asal pesawat2 Belanda yang datang menghunjamkan pelurunya dari atas medan Marga.
    Aapakah ada penghianatan dari seseorang sehingga tempat kedudukan beliau diketahui dengan tepat.Kenapa tak ada dermawan sponsorship atau kelembagaan yang mau membeayai para Sejarawan ini melakukan penelitian yang sunggug sungguh , memadai dan berkapasitas Seperti misalnya Henk Schults yang mendapat gelar Doctornya di Princeton University karena meneliti babad Mengwi lalu melakukan komparasi dg babad2 lainnya dan bisa membuat kategorisasi sikap sikap puri di Bali terhadap kehadiran kolonialisme Belanda. Atau Clifford Geetrts yang meneliti perubahan struktur masyarakat kasta di Bali.
    Memang harus diakui kelembagaan yang mau dan mampu membeayai research dan penelitian ini sangat terbatas , jadi sebenarnya tidak adil juga jiak beban tanggung jawab ini harus dipikul oleh para Sejarawan kita saja.
    Tapi walaupun demikian kita tetap harus berterimakasih kepada orang2 yang mau mencoretkan penanya menulis kisah heroik ini tanpa beliau harus menyandang gelar Sejarawan spt misalnya Bapak IG N Pindha , Pak Nyoman S Pendit , Pak Tirta , Pak Dharna yang semuanya pelaku .
    Kenapa generasi kita sekarang belum ada usaha untuk mengejar dan mewawancarai pelaku pihak lawan ( Belanda ) sampai ke Amsterdam atau Leiden untuk melacak jejak strategi militer mereka saat mengepung dan menghabisi pasukan Rai, sesuatu yang kini tidak tabu lagi dilakukan karena telah lewat lima puluh tahun buat membuka arsip2 rahasia peristiwa masa lalu.
    Ini akan memberikan sudut pandang yang lebih objective tanpa mendekonstruksi sejarah kepahlawanan para pejuang ini.
    Saya sempat kahawatir saat hendak menulis Patih Jelantik tokoh perang Jagaraga. Pertama saya bukan sejarawan , kedua saya tidak tau banyak tentang kisah2 beliau.
    Tapi usaha saya yang tak kenal lelah bersama Drs Ketut Simba sahabat saya untuk keluar masuk kampung dan desa mencari jejak2 yang tersisa, membuka2 file lama di Gedong Kirtya lalu mentranliterasi adan tanskripsi babad babad dg bantuan mereka yang ahli akhirnya membuahkan hasil sebuah buku , Perang Jagaraga / terbit 1994, kisah heroik Patih Jelantik dalam menentang kekuasaan kolonial Belanda di abad ke 19.
    Mula mula saya ragu apakah penerbit mau menerbitkan dan apakah orang mau membaca.
    Tapi hampir 14 tahun setelah terbitnya buku itu buku tersebut tidak mengecewakan dan mendapat sambutan yang lumayan dari masyarakat.
    Adalah satu fakta bahwa kemauan , kerja keras dan ketulusan sangat memegang peranan penting dalam penulisan suatu kisah sejarah.
    Terhadap pertanyaan bagaimana “agar suatu cerita history tidak disebut sebagai he story ” memang tidak semudah itu.
    Ada beberapa kriteria ilmiah misalnya yang harus diikuti, apakah sejarah itu bersifat naratif atau descritif analitis atau dg gaya novel sejarah seperti tulisan2 Harold Lamb yang menulis Hannibal, Zengis Khan danAlexander Agung yang amat memukau karena seakan akan kita ikut berperang dg tokoh2 yang diceriterakannya.
    Yang paling penting adalah :
    1. Ada sejum lah data data sejarah yang bisa digolongkan sebagai fakta sejarah.
    ( karena data saja belum tentu bisa jadi fakta )
    sejarah.
    2. ada kritik text tentang filologi bahasa yang digunakan pada zaman peristiwa itu dibuat.
    3. dipakai hermeneutika buat menguji validitas suatu tulisan sejarah.

    Jika ketiganya telah dipenuhi maka masih tersisa menghadang pertanyaan : Sejarah Siapa, Untuk Siapa, Siapa penulisnya.

    Karena Sejarah Versi penjajah Belanda akan jauh berbeda dg Sejarah Nasional .
    Ada lagi sejarah dunia , disini pemenang akan menuliskan sejarahnya.
    Apakah jika sekutu kalah dan Jerman atau Jepang yang menang maka masih ada istilah negara fasis Jerman atau agressor Jepang.
    Istilah istilah itu kemungkinan akan diganti sebagai misalnya negara demokratis dan sosialis Jerma.( bahkan Nazi berarti Nasionalis Sozialism ).
    Dalam hal Amerika menyerang Irak dan Afghanistan maka PBB pun enggan menyebut bahwa negara adidaya ini sesungguhnya agressor . Sadam Hussain dicap terroris dan tyran , tapi bagi rakyatnya dipuja sebagai pahlawan.Untuk orang2 Amerika Bush adalah pahlawan walaupun kini opini telah berbalik dan meninggalkannya.
    Ini tergantung waktu dan kondisi.
    Ngurah Rai bagi Belanda tak lebih seorang pemimpin extremis yang kini barangkali pengertiannya sederajat dg terroris , begitu pula Untung Surapati adalah penjahat dan pemberontak bagi Belanda diabad ke 17.
    Demikianlah Sejarah memiliki relativitasnya sendiri, namun hal itu tidak berarti bahwa bisa ditulis seenaknya , karena harus mengacu kepada fakta fakta tertentu dan mengikuti methode penulisan sejarah yang ketat walaupun nantinya ada interpretasi tenang fakta yang bisa berbeda dari sejarawan satu dengan sejarawan lainnya.
    Dalam hal ini contohnya seperti halnya periwayatan hadis dalam agama Islam maka nama nama para perawi atau periwayat itu amat sangat penting , dilihat capabilitas, kejujuran dan ketulusannya . Jika berasal dari seseorang yang sering berbohong dalam hidupnya tentu hadisnya jadi dhoif atau lemah atau bahkan ditolak samasekali olh para ulama.Maka para ulama ini menerapkan kriteria yang amat ketat terhadap cerita cerita hadis sesuai denghan credibilitas para perawinya.
    Semoag kwalitas para ” perawi ” dalam penulisan kisah kisah para pejuang maupun tokoh tokoh kemanusiaan di Bali ‘ match qualification ” , tak ada kebohongan yang disembunyikan Tapi andaikatapun ada maka cepat atau lambat akan ketahuan.
    Saya teringat dg sebuah adagium di Bali ” sapa sira je mepekardi kaon tan pariwangde jagi manggihin kaon ” artinya ” siapapun yang sengaja melakukan kesalahan ( kebohongan ) maka tak urung akan menerima akibatnya ”

    Demikian sekilas lintas uraian dari jawaban pertanyaan Anda , walaupun mungkin kurang memuaskan tapi apa salahnya kita memberikan apa yang kiranya kita ketahui.
    Om anno bhadrah kratawo yantu wiswatah .

    Salam,

    Soegianto Sastrodiwiryo.

    ( note : saya akan sangat senang sekali bila bisa menampilkan riwayat hidup Prof IGNG Ngurah di blog saya ini, tentunya dengan bantuan sumber2 yang memiliki informasi banyak atau sedikit tentang beliau, dan dg sendirinya akan sangat menarik dan berimbang tulisan tokoh2 pendidikan di Bali bila salah seorang putera atau puteri beliau berkenan mengirimkannya pada saya atau siapa saja yang memiliki – jika berkenan menyumbang naskah maka dg rendah hati alamat akan saya berikan )

  15. Zoe Says:

    Salam kenal mas,
    tulisannya bagus, mengenang tokoh-tokoh muda kita dizaman dahulu.

  16. dbrot Says:

    Salam sejahtera Bapak Sastrodiwiryo. Salam kenal.

    Saya merasakan kengototan Bapak untuk menganulir pernyataan Dr. Jelantik terhadap sikap grey Bapak AAP Tisna pada masa kemerdekaan. Kemudian tentang sikap pahlawan yang hanya identik dengan berjuang mengangkat senjata.

    Saya tidak kenal dengan Dr. Jelantik maupun AAP Tisna. Tetapi dari tulisan di atas saya merasakan bahwa Dr. Jelantik pada masa kemerdekaan inipun telah menjadi pribadi yang cukup menonjol, selanjutnya beliau memberi penilaian positip pada AAP Tisna, tetapi Bapak ngotot seakan-akan menolak terhadap penilaian tersebut.

    Mengapa Bapak ngotot, apakah Bapak dirugikan dengan pernyataan tersebut. Apakah memang Bapak sendiri tahu bahwa bapak AAP Tisna adalah musuh pada waktu itu yang berada di pihak Belanda.

    Kalau beliau (AAP Tisna) hanya diam saja, saya kira kita tidak bisa menuduh bahwa beliau adalah dipihak Belanda.

    Begini pak argumentasi saya, pak AAP Tisna pada saat itu (jaman pendudukan belanda) adalah termasuk golongan menengah ke atas. Tidak kesusahan. Jadi wajarlah jika dia wait and see. Seperti kasus golongan menengah kita, pada waktu krisis 98 kemarin khan juga tidak rame-rame turun ke jalan bukan. Nggak banyak tokoh-tokoh elit yang koar-koar bukan. Apa kalau diem berarti itu memihak yang berkuasa.

    Mohon direnungkan, dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu. Belum tentu yang nampak dari luar begitu maka hatinya begitu pula. 🙂

    Kenanglah kebaikan seseorang, lupakan kejelekannya, hidup hanya saling kasih-mengasihi.

    Saya yakin kalaupun perjuangan Bapak menang, nggak ada sih untungnya, paling-paling hanya akan memuaskan ego Bapak sendiri aja.

    Berkaryalah pak untuk masa depan yang gemilang. Jangan karena kemerdekaan maka kita menjadi terpuruk seperti ini, hanya dinikmati oleh segelintir orang.

    Hidup INDONESIA Jaya.

  17. saraswati Says:

    dr. Soegianto, atas nama keluarga besar, dengan rasa hormat saya ucapkan terima kasih atas tawarannya. keluarga besar kami puri gerenceng dan puri pemecutan telah merestuinya. file akan kami sampaikan secara bertahap karena seperti kami sampaikan sebelumnya bahwa ditemukan data2 tercecer yang belum ditata dengan rapi. Apakah dr. Soegianto telah memiliki buku Prof.dr.IGNG Ngoerah sebuah biografi pendidikan? kalau dilihat dari foto di atas besar kemungkinan sudah memiliki krn foto ini adalah sampul buku tsb. Untuk selanjutnya kami menunggu alamat yang bisa kami hubungi. sekali lagi terima kasih


  18. @dbrot,

    Saya merasakan kengototan Bapak untuk menganulir pernyataan Dr. Jelantik terhadap sikap grey Bapak AAP Tisna pada masa kemerdekaan

    Sikap yang mana yah? Emang Dr Djelantik pernah memberi pernyataan tentang Panji Tisna?

    Tolong diberi quotation supaya jelas yang mana yang dirujuk.

    Karena sejak awal rujukannya tidak jelas maka komentar selanjutnya jadi tidak valid.

    @saraswati,
    eh ketemu lagi disini Bu.. 🙂

    Apakah dr. Soegianto telah memiliki buku Prof.dr.IGNG Ngoerah sebuah biografi pendidikan? kalau dilihat dari foto di atas besar kemungkinan sudah memiliki krn foto ini adalah sampul buku tsb

    Belum Bu, Den sepuh belum punya buku itu. Kalau punya tentu sudah saya baca. Bukunya Dr Djelantik juga punya Den sepuh yang saya pinjam baca. Adapun gambar diatas itu dari web site lain.

  19. soegianto Says:

    @dbrot,
    saudara dbrot yang baik , nampaknya Anda trelalu bersemangat menilai tulisan saya .
    Jika Anda mau menarik nafas sedikit dan baca pelan pelan tulisan saya sambil mengerem sedikit emosi maka tak ada satu fasalpun atau alineapun yang mendiskreditkan atau merendahan AA Panji Tisna maupun Dr Djelantik.
    Saya agak bingung bagian mananya yang Anda maksudkan.
    Tapi tidak apalah , barangkali Anda memang harus dihargai karena merasa harus menegakkan keadilan dengan membantah komentar yang Anda kira tidak adil .
    Tentang AA Panji Tisna saya hanya mengutip dua sumber , pertama sumber buku ” Bali Berjuang ” karangan Nyoman S Pendit yang mengangap Panji Tisna memusuhi para pejuang saat beliau menyebarkan surat himbauan untuk turun dari gerilya dengan pesawat capung ( ada fotonya ) dan buku ” patih Jelantik , seorang Ksatria Buleleng “, tulisan Dr Udayana Panji Tisna ( alm Sahabat kental dan kawan baik saya , semoga TUHAN YME memberikan beliau tempat yang mulia) yang menceriterakan pada hal 186 ” masih pada tahun yang sama , banyak penduduk mengungsi akibat intimidasi dan aksi NICA yang makin menggila.
    Keluarga Gusti dari Pengastulan mohon suaka di Puri Singaraja. Sementara kontak para pejuang dan raja masih terus berlangsung. Kaum pejuang sering secara diam diam memberikan laporan ke Puri Singaraja.”
    Dalam tulisan saya sebelumnya saya singkat saja bahwa menurut putera beliau AAM Udayana ayahandanya pernah menyembunyian dan melindungi para pejuang yang sedang terjepit didalam puri Agung Buleleng, tempat tinggal beliau.
    Jadi soal kesan bahwa AA Panji Tisna adalah lebih memihak Belanda bukan dari diri saya tapi dari tulisan yang saya baca di Bali Berjuang ini.
    Sebagai penulis sejarah saya haruslah adil dan berimbang dalam mengungkap fakta fakta apa adanya.
    Saya juga bingung dengan salah satu pernyataan Anda :Saya merasakan kengototan Bapak untuk menganulir pernyataan Dr. Jelantik terhadap sikap grey Bapak AAP Tisna pada masa kemerdekaan ”

    Beberapa kali saya baca ulang tulisan saya , tak saya jumpai bagian dimana saya menganulir.

    Ada kemungkinan Anda mengira itu pendapat dan penilaian saya pribadi padahal jelas sekedar kutipan kutipan objective dari nara sumber yang dimaksudkan untuk memberikan bahan diskusi yang memadai bagi para bloger.
    Dr Djelantik misalnya menjadi lebih jelas lagi ketokohannya dizaman kemerdekaan dan sikapnya dizaman perjuangan pisik saat kita menerima sedikit penjelasan dari Sdri Bulantresna maupun dari isi surat Gst Ngurah Rai saat sebelum Puputan Margarana.
    Apakah lalu dalam diskusi ini selalu harus kita tampilkan bagian bagian yang” enak ” saja dari sisi kehidupan seorang tokoh.
    Alibasyah Sentot pernah membelot kerah Belanda menjauhi Diponegoro, namun beliau tak pernah dicap sebagai penghianat sepanjang itu adalah taktik kamuflase.
    Jika siapapun menjadi Raja Karangasem atau Panji Tisna maka mungkin agak “delicate ” untuk secara terang terangan menentang Belanda. Wah Anda rupanya harus membaca tulisannya Geofrey Robinson untuk mengerti apa yang dimaksud sikap ” wait and see ” tersebut.
    Makna Grey area sekedar istilah melukiskan dimana sikap sikap para tokoh tersebut berbeda beda dan tampak seakan kurang jelas , namun Ngurah Rai sangat menghargai sikap Dr Djelantik dan mengatakan : bahwa kita memilih cara jalan perjuangan masing masing.
    Itu berarti Ngurah Rai mengakui Dr Djelantik ada
    dipihak yang sama dengan Ngurah Rai, yaitu menentang kolonialis Belanda , hanya caranya berbeda karena posisi di grey areanya yang sulit sebagai putera Raja Karangasem yang seyogyanya jangan sampai menyulitkan posisi ayahnya didepan penguasa belanda.
    Apakah Anda berfikir bahwa sebaiknya saya hanya mengambil sumber sumber dari satu pihak saja, dan tidak boleh menampilkan tulisan dari pihak lain yang Anda anggap mengurangi kredibilitasnya.
    Jika demikian mungkin diskusi ini harus ditutup saja agar tak terjadi friksi atau pro contra , atau setiap orang yang tidak sesuai dg fikiran kita maka dicap ngotot, tidak bukan ?
    Karena ini akan menjauhkan kita dari kebenaran.
    Saya menulis berbagai buku sejarah, dengan semangat positip bahkan kadang terasa bersemangat patriotik. Tapi itu tidak bisa disamakan dengan ” ngotot ” atau keras kepala, karena percuma saja tak ada landasan ilmiahnya.

    Betapapun saya harus menghargai saudara Dbrot, walaupun nama Anda masih tersembunyi dalam kosakata dbrot.
    BTW jika sempat nyelonong Gramedia di Bali, masih ada buku saya yang terakhir terbit ” Perang Banjar , sebuah pemberontakan para brahmana terhadap kekuasaan kolonial belanda di Bali Utara.
    Dan sebuah buku lagi novel sejarah dg judul ” budak pulau surga ” akan diterbitkan oleh penerbit LKIS Yogya, menceriterakan tentang perbudakan perempuan2 bali di batavia pada peralihan abad 18 – 19 ( sudah siap cetak, 482 halaman ).

    Salam sejahtera,

    Soegianto Sastrodiwiryo.

  20. saraswati Says:

    dr. soegianto,
    saya juga mengucapkan terima kasih karena telah banyak bercerita tentang penulisan sejarah. Selain itu, mungkin beberapa mantan mahasiswa beliau juga akan saya mohonkan tulisan.
    saraswati

  21. dbrot Says:

    pak Soegianto yang baik,

    setelah mendapat penjelasan Bapak sekaligus membaca ulang tulisan-tulisan di atas, ternyata betul ‘ada yang salah dalam pemahaman saya’.

    Mohon maaf. 😀

    Tapi dalam satu sisi saya jadi senang karena apa yang saya tuduhkan di atas tidaklah benar.

    Syukurlah. 😀

    Selamat berjuang pak

  22. saraswati Says:

    dr. Soegianto, buku biografi Prof.dr.Ngoerah segera saya kirim. Pada halaman 99 disana disebutkan siapa ketua panitia persiapan Univ. Udayana. saya juga telah mendatangi editornya Bpk I Gde Parimartha ttg perbedaan versi pada suatu tulisan lain. Bila text telah dikirim ke saya, selanjutnya juga akan sy kirimkan ke Bapak.
    Salam hormat atas sikap netral bapak dalam tulisan2/ terbitan bapak.
    saraswati

  23. ngurah dharma Says:

    Salam sejahtera Bpk. Soegianto,

    Saat ini saya sedang mencari literatur mengenai Danghyang Nirartha, dan kebetulan sekali di internet saya dapatkan informasi bahwa Bpk pernah mengarang buku berjudul Perjalanan Danghyang Nirartha, apakah buku tersebut masih diterbitkan kira-kira dimana saya bisa memperolehnya? mohon bantuannya

    Matur Suksma


  24. Dear Ngurah Dharma,
    buku ” Perjalanan Danghyang Nirartha” masih diterbitkan oleh penerbit Bali Post, sekarang malah sudah cetakkan ke dua .
    Buku ini pertama terbit 1999 , isi 268 halaman.
    Bisa Anda dapatkan di tokobuku2 di Bali, atau Gramedia disana, swalayan .
    Buku saya yang baru saja terbit ( Bali Post ): ” Perang Banjar ( 1868 ), sebuah pemberonakan para brahmana melawan kekuasaan kolonial belanda di bali utara ”

    Sedangkan nanti Insyaallah bulan Februari sebuah novel fiksi sejarah , ” budak pulau surga ” menceritakan perbudakan perempuan bali di batavia di era kolonial – awal abad 19 – tebal 482 halaman, penerbit LKIS.

    Selamat membaca,

    salam,

    Soegianto S.


Tinggalkan Balasan ke Pejuang Atau Pengkhianat? « Soegianto Sastrodiwiryo Batalkan balasan